Manusia diciptakan oleh
Allah ta'ala dengan membawa fitrah (insting) untuk mencintai lawan
jenisnya. sebagaimana firmanNya : "Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu Wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS.
Ali-Imran : 14).
Berkata Imam Qurthubi : "Allah
ta'ala memulai dengan wanita karena kebanyakan manusia menginginkannya,
juga karena mereka merupakan jerat-jerat syetan yang menjadi fitnah bagi
kaum laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : "Tiadalah aku
tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada
wanita." (HR. Bukhari : 5696, Muslim : 2740, Tirmidzi : 2780, Ibnu
Majah : 3998).
Oleh karena itu, wanita adalah fitnah
terbesar dibanding yang lainnya. (Tafsir Qurthubi 2/20). Rasulullah SAW
pun, sebagai manusia tak luput dari rasa cinta terhadap wanita. Dari
Annas bin Malik RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Disenangkan
kepadaku dari urusan dunia wewangian dan wanita." (HR. Ahmad 3/285,
Nasa'i 7/61, Baihaqi 7/78 dan Abu Ya'la 6/199 dengan sanad hasan. Lihat
Al-Misykah : 5261).
Karena cinta merupakan fitrah
manusia, maka Allah ta'ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan
nikmat yang dijanjikan bagi orang-orang beriman di surga dengan
bidadarinya.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash RA berkata : Rasulullah
SAW bersabda : "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya
perhiasan adalah wanita yang shalihah." (HR. Muslim 10/56, Nasa'i 6/69,
Ibnu Majah 1/571, Ahmad 2/168, Baihaqi 7/80).
Allah
berfirman : "Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang
baik-baik lagi cantik-cantik." (QS. Ar-Rahman : 70).
Namun,
Islam sebagai agama paripurna para Rasul, tidak membiarkan fitnah itu
mengembara tanpa batas, Islam telah mengatur dengan tegas bagaimana
menyalurkan cinta, juga bagaimana batas pergaulan antara dua insan lawan
jenis sebelum nikah, agar semuanya tetap berada dalam koridor etika dan
norma yang sesuai dengan syari'at.
***
Etika
Pergaulan Lawan Jenis Dalam Islam
1.
Menundukan pandangan terhadap lawan jenis
Allah memerintahkan kaum
laki-laki untuk menundukan pandangannya, sebagaimana firmanNya :
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : "Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nur : 30).
Sebagaimana
hal ini juga diperintahkan kepada wanita beriman, Allah berfirman : Dan
katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nur : 31).
2.
Menutup aurat
Allah berfirman : "Dan janganlah mereka menampakan
perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya." (QS. An-Nur : 31).
Juga
firmanNya : Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mu'min : "Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab : 59).
Perintah
menutup aurat juga berlaku bagi semua jenis, sebagaimana sebuah hadits :
Dari Abu Sa'id Al-Khudri RA berkata : Rasulullah SAW bersabda :
"Janganlah seorang laki-laki memandang aurat laki-laki, begitu juga
wanita jangan melihat aurat wanita." (HR. Muslim 1/641, Abu Dawud 4018,
Tirmidzi 2793, Ibnu Majah 661).
3. Adanya pembatas
antara laki-laki dengan wanita
Kalau ada sebuah keperluan terhadap
lawan jenis, harus disampaikan dari balik tabir pembatas. Sebagaimana
firmanNya : "Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para
wanita) maka mintalah dari balik hijab." (QS. Al-Ahzab : 53).
4.
Tidak berdua-duaan dengan lawan jenis
Dari Ibnu Abbas RA berkata :
Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda; "Janganlah seorang laki-laki
berdua-duaan (Khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahramnya." (HR.
Bukhari 9/330, Muslim 1341).
Dari Jabir bin Samurah berkata :
Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah salah seorang dari kalian
berdua-duaan dengan seorang wanita, karena syetan akan menjadi yang
ketiganya." (HR. Ahmad 1/18, Tirmidzi 3/374 dengan sanad Shahih, lihat
Takhrij Misykah 3188).
5. Tidak mendayukan ucapan
Seorang
wanita dilarang mendayukan ucapan saat berbicara kepada selain suami.
Firman Allah : "Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti
wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya
dan ucapkanlah perkataan yang baik." (QS. Al-Ahzab : 32).
Berkata
Imam Ibnu Katsir : "Ini adalah beberapa etika yang diperintahkan oleh
Allah kepada para istri Rasulullah saw serta para wanita mu'minah
lainnya, yaitu hendaklah dia kalau berbicara dengan orang lain tanpa
suara merdu, dalam artian janganlah seorang wanita berbicara dengan
orang lain sebagimana dia berbicara dengan suaminya." (Tafsir Ibnu
Katsir 3/530).
6. Tidak
menyentuh lawan jenis
Dari Ma'qil bin Yasar RA berkata :
Rasulullah SAW bersabda : "Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan
jarum besi itu masih lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak
halal baginya." (HR. Thabrani dalam Mu'jam Kabir 20/174/386 dan Rauyani
dalam musnadnya 1283 dengan sanad hasan, lihat Ash-Shohihah 1/447/226).
Berkata
Syaikh Al-Albani rahimahullah : "Dalam hadits ini terdapat ancaman
keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal
baginya." (Ash-Shohihah 1/448).
Rasulullah SAW tidak
pernah menyentuh wanita meskipun dalam saat-saat penting seperti
membai'at dan lain-lain. Dari 'Aisyah berkata : "Demi Allah, tangan
Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun
saat membaiat." (HR. Bukhari 4891).
Inilah sebagian etika
pergaulan laki-laki dengan wanita selain mahram, yang mana apabila
seseorang melanggar semuanya atau sebagiannya saja akan menjadi dosa
zina baginya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Hurairah
RA dari Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah menetapkan
untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. zina
mata dengan memandang, zina lisan dengan berbicara, sedangkan jiwa
berkeinginan serta berangan-angan, lalu farji yang akan membenarkan atau
mendustakan semuanya." (HR. Bukhari 4/170, Muslim 8.52, Abu Dawud
2152).
Padahal Allah ta'ala telah melarang perbuatan
zina dan segala sesuatu yang bisa mendekati perzinaan (Lihat Hirosatul
Fadhilah oleh Syaikh Bakr Abu Zaid, Hal. 94-98) sebagaimana firmanNya :
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra' : 32).
***
Hukum
Pacaran
Setelah
memperhatikan ayat dan hadits di atas, maka tidak diragukan lagi bahwa
pacaran itu haram, karena beberapa sebab berikut :
1.
Orang yang sedang pacaran tidak mungkin menundukan pandangannya
terhadap kekasihnya.
2. Orang yang sedang pacaran
tidak akan bisa menjaga hijab.
3. Orang yang sedang
pacaran biasanya sering berdua-duaan dengan kekasihnya, baik di dalam
rumah atau di luar rumah.
4. Wanita akan bersikap
manja dan mendayukan suaranya saat bersama kekasihnya.
5.
Pacaran identik dengan saling menyentuh antara laki-laki dengan wanita,
meskipun itu hanya jabat tangan.
6. Orang yang
sedang pacaran, bisa dipastikan selalu membayangkan orang yang
dicintainya.
Dalam kamus pacaran, hal-hal tersebut
adalah lumrah dilakukan, padahal satu hal saja cukup untuk mengharamkan
pacaran, lalu bagaimana kalau semuanya?
***
Fatwa
Ulama' Seputar Pacaran
Syaikh Muhammad bin
Shaleh Al-Utsaimin ditanya tentang hubungan cinta sebelum nikah
(pacaran)? Jawab beliau : Jika hubungan itu sebelum akad nikah, baik
sudah lamaran ataupun belum, maka hukumnya haram, karena tidak boleh
seseorang untuk bersenang-senang dengan wanita asing (bukan mahramnya)
baik lewat ucapan, memandang, ataupun berdua-duaan. Sebagaimana telah
tsabit dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda : "Janganlah seorang
laki-laki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya,
dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya".
(Fatwa Islamiyah kumpulan Muhammad Al-Musnid 3/80).
Syaikh
Abdullah bin Abdur Rahman Al-Jibrin ditanya : "Kalau ada seorang
laki-laki yang berkorespondensi dengan seorang wanita yang bukan
mahramnya, yang pada akhirnya mereka saling mencintai, apakah perbuatan
itu haram?" Jawab beliau : Perbuatan itu tidak diperbolehkan, karena
bisa menimbulkan syahwat di antara keduanya, serta mendorongnya untuk
bertemu dan berhubungan, yang mana korespondensi semacam itu banyak
menimbulkan fitnah dan menanamkan dalam hati seseorang untuk mencintai
perzinaan yang akan bisa menjerumuskan seseorang pada perbuatan keji,
maka saya menasehatkan kepada setiap orang yang menginginkan kebaikan
bagi dirinya untuk menghindari surat-suratan, pembicaraan lewat telepon
serta perbuatan semacamnya demi menjaga agama dan kehormatannya.
Syaikh
Jibrin juga ditanya : "Apa hukumnya kalau ada seorang pemuda yang belum
menikah menelepon gadis yang belum menikah?" Jawab beliau : Tidak boleh
berbicara dengan wanita asing (bukan mahramnya) dengan pembicaraan yang
bisa menimbulkan syahwat, seperti rayuan, mendayukan suara baik lewat
telepon maupun lainnya. Sebagaimana firman Allah ta'ala : "Dan janganlah
kalian melembutkan suara, sehingga akan berkeinginan orang-orang yang
hatinya terdapat penyakit." (QS. Al-Ahzab : 32). Adapun kalau
pembicaraan itu untuk sebuah keperluan, maka hal itu tidak mengapa
apabila selamat dari fitnah, akan tetapi hanya sekedar keperluan.
(Fatawa Islamiyah 3/97).
***
Syubhat
dan Jawabannya
Sebenarnya, keharaman
pacaran lebih jelas dari pada matahari di siang bolong. Namun begitu
masih ada yang berusaha menolaknya walaupun dengan dalil yang sangat
rapuh, serapuh rumah laba-laba, diantara syubhat itu adalah :
Tanya:
Tidak bisa dipukul rata bahwa pacaran itu haram, karena bisa saja orang
pacaran yang Islami, tanpa melanggar syariat.
Jawab :
Istilah "Pacaran Islami" itu cuma ada dalam khayalan, dan tidak pernah
ada wujudnya. Karena anggaplah bisa menghindari khalwat, menyentuh serta
menutup aurat. tapi tetap tidak akan bisa menghindari dari saling
memandang. Atau paling tidak membayangkan dan memikirkan kekasihnya.
Yang mana hal itu sudah cukup mengharamkan pacaran.
Orang
sebelum memasuki dunia pernikahan, butuh untuk mengenal dahulu calon
pasangan hidupnya, baik sisi fisik maupun karakter, yang mana hal itu
tidak akan bisa dilakukan tanpa pacaran, karena bagaimanapun juga
kegagalan sebelum menikah akan jauh lebih ringan daripada kalau terjadi
setelah nikah.
Jawab : Memang, mengenal fisik dan karakter calon
istri maupun suami merupakan suatu hal yang dibutuhkan orang sebelum
memasuki biduk pernikahan, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari,
juga tidak terkesan membeli kucing dalam karung. Namun, tujuan ini tidak
bisa menghalalkan sesuatu yang haram.
Ditambah
lagi, bahwa orang yang sedang jatuh cinta akan berusaha menanyakan
segala yang baik dengan menutupi kekurangannya di hadapan kekasihnya.
Juga orang yang sedang jatuh cinta akan menjadi buta dan tuli terhadap
perbuatan kekasihnya, sehingga akan melihat semua yang dilakukannya
adalah kebaikan tanpa cacat. (Lihat Faidhul Qodir oleh Imam Al-Munawi
3/454). Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Darda : "Cintamu pada sesuatu
membuatmu buta dan tuli." (Hadits lemah baik marfu' maupun mauquf,
riwayat Bukhari dalam Tarikh Kabir 2/1/157, Abu Dawud 5130, Ahmad 5/194,
Lihat Silsilah Dloifah 4/348/1868).
Ma'raji : Ahmad
Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf / Majalah Al-Furqon Edisi 8
Th.II/Rabi'ul Awwal 1424.
Kamis, 28 April 2011
pacaran? baca dulu deh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar